Total Tayangan Halaman

Selasa, 25 Oktober 2011

INDONESIA?                                    
                       
                  Anda, pembaca, mungkin bingung mengapa saya memilih judul diatas. Hanya satu kata dilengkapi tanda tanya, sebuah judul yang tidak biasa. Mungkin juga ada yang sudah bisa menebak, apa kira-kira yang akan saya utarakan pada tulisan kali ini.               
                          Ketika anda dihadapkan pada pertanyaan sederhana seperti judul diatas, apa yang akan menjadi jawaban anda? Anda, dan juga saya, mungkin akan menjawab: Indonesia adalah sebuah negara berbentuk republik, Indonesia penduduknya ramah-ramah, Indonesia memiliki alam yang luar biasa indah, Indonesia kaya sumber daya alam, Indonesia ini, Indonesia itu.
                     Sudah mulai terlihatkah?
                    Ya, semua yang tertulis diatas mengacu pada satu kata, yaitu identitas. Kata identitas sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, sehingga saya yakin kita semua sudah dapat menafsirkan artinya. Namun, bagaimana dengan identitas nasional?
                Menurut apa yang saya tahu dan apa yang saya interpretasikan, identitas nasional—dalam hal ini identitas Indonesia—adalah suatu perilaku dan keadaan yang menjadi ciri atau kekhasan suatu negara. Kita bisa langsung memikirkan tarian hula begitu mendengar kata Hawaii, serta teringat pada negara Jepang saat melihat sushi yang notabene merupakan makanan khas negri sakura tersebut. Seperti itulah yang dimaksud dengan identitas, singkatnya, identitas nasional adalah label yang kita berikan pada suatu negara.
                     Sebelum kita menelaah lebih jauh tentang identitas negara kita, ada baiknya kita melihat dahulu pendapat ahli tentang identitas nasional. Menurut buku “Citizenship” karangan Sedarnawati Yasni, identitas nasional dibentuk dari kata identitas yang menunjukkan sifat khas dan sesuai dengan kesadaran diri, golongan, kelompok, komunitas, atau negara sendiri, serta kata nasional yang merupakan identitas            yang melekat pada kelompok lebih besar, yang diikat oleh kesamaan fisik (budaya, agama, bahasa) dan nonfisik (keinginan, cita-cita, tujuan). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa identitas nasional merupakan tindakan kelompok yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan yang diberi atribut nasional.
                    Inti dari kedua pendapat tersebut sebenarnya sama, yaitu sifat khas. Jelaslah bahwa identitas nasional sangat penting bagi suatu negara, karena hanya dengan identitaslah negara tersebut dapat dibedakan dengan negara yang lain. Indonesia, seperti negara-negara lain, memiliki identitas tersendiri. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak gambar berikut ini:
                                 
                                        

                          
                       Kedua gambar diatas, yaitu tari pendet dari Bali dan laut Bunaken merupakan bagian dari identitas Indonesia yang dikenal sampai ke berbagai negara di luar sana. Lebih jauh, masih menurut buku "Citizenship", ada 4 faktor pembentuk identitas nasional. Faktor-faktor pembentuk tersebut antara lain:


1. Suku bangsa
  
               


                 Tidak diragukan lagi, dengan adanya 17.504 buah pulau, Indonesia memiliki suku bangsa yang sangat banyak. Karena banyaknya, Indonesia tidak bisa memilih salah satu suku untuk merepresentasikan negri. Namun, keragaman suku itulah yang menjadi identitas nasional Indonesia.


2.      Agama
Masyarakat Indonesia terkenal cukup agamis dan dapat saling bertoleransi antara satu dengan yang lainnya. Namun demikian, agama masih merupakan hal yang sensitif, sehingga tak jarang menimbulkan konflik antar umat beragama. Contohnya seperti kasus Poso, yang kita tahu melibatkan dua agama yang sama-sama diakui di Indonesia.

1.    3.  Kebudayaan
Merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral yang tergolong ideal dan operasional, serta aktual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa yang lebih sederhana, kebudayaan semacam pengetahuan yang dipakai untuk memahami lingkungan sekitar sebagai panduan untuk bertindan dan berperilaku. Contoh budaya tersebut misalnya sungkeman di daerah Jawa, sapaan “Horas” di tanah batak, dan budaya matrilineal di Padang.


4. Bahasa 
Singkatnya, bahasa merupakan sarana berinteraksi antar manusia. Setiap negara dipandang unik dan memiliki identitas tersendiri salah satunya karena didukung oleh bahasa yang berbeda, seperti negara kita yang sampai saat ini dipersatukan oleh bahasa nasional, bahasa Indonesia.

    
          Selain keempat hal diatas, tentunya masih banyak yang dapat dijadikan ciri suatu negara, seperti bendera, lambang negara, semboyan negara, dan sebagainya. Supaya kita bisa sama-sama lebih memahami topik ini, saya ingin mencoba menganalisa tentang satu kasus yang berkaitan dengan identitas nasional.



Lagi, Malaysia “Pinjam” Budaya Indonesia


Liputan6.com, Jakarta: Lagi-lagi kekayaan budaya dan alam Indonesia diklaim negara lain. Kali ini, iklan pariwisata Malaysia memasukkan budaya wayang dan bunga Raflesia Arnoldi yang menjadi khas indonesia.


Tapi, pemerintah Indonesia bersikap lunak. Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan tak akan menegur. Pasalnya, budaya Indonesia adalah budaya bersama dan  banyak warga Indonesia yang tinggal di Malaysia mewariskan budaya kepada generasi berikutnya. Hal senada juga diungkapkan Departemen Luar Negeri Indonesia.

Sebelumnya, iklan pariwisata negeri jiran tersebut juga menggunakan lagu Rasa Sayange. Pihak Malaysia menyatakan, Indonesia tak akan dapat membuktikan lagu ini milik Indonesia.(ISW/YUS)



       Melalui berita diatas, yang dapat saya tangkap adalah pemerintah, begitu juga masyarakat pada umumnya, tidak peduli pada harta budaya mereka sendiri sebelum direbut oleh orang lain. Kita terbiasa ribut setelah sadar bahwa kita telah ‘kecolongan’, lalu sibuk saling menyalahkan. Bunga Raflesia Arnoldi yang jelas-jelas tumbuh dan telah lama menjadi salah satu ikon Indonesia bisa didapuk menjadi budaya negara tetangga. Pertanyaan mulai bermuculan, bagaimana bisa hal seperti ini tidak mendapat tanggapan yang cukup memuaskan dari pihak-pihak berwenang? Apa yang akan kita lakukan selanjutnya untuk mengklaim budaya tersebut milik kita? Semua ini berlanjut pada memanasnya hubungan diplomatik  antara Indonesia dan Malaysia beberapa waktu yang lalu. 
        Saya meyakini, kita semua merasa jengah ketika mendengar perebutan budaya seperti diatas. Namun sebagai penyeimbang, ada baiknya kita menyimak kutipan artikel berikut:

Klaim lagu Rasa Sayange oleh Malaysia memang memicu gejolak di Indonesia. ’’Bagi saya, Rasa Sayange ini lagu kami. Tetapi, saya tahu berasal dari Indonesia,’’ imbuh Anwar yang langsung disambut riuh tawa puluhan peserta diskusi. (disadur dari radarlampung.co.id)
            Dari kutipan diatas, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, memberikan pernyataan yang menurut saya sangat tepat. Bukan hanya karena ia mengakui bahwa sebenarnya lagu “Rasa Sayange” merupakan milik Indonesia, tetapi juga karena pernyataan tersebut tidak memicu konflik. Tidak seperti hal-hal yang diutarakan beberapa pemimpin Indonesia maupun Malaysia sebelumnya, yang berpotensi memicu kemarahan kedua belah pihak. Indonesia dan Malaysia memang berasal dari satu rumpun, yaitu rumpun melayu, sehingga besar kemungkinan ada kebudayaan yang mirip di kedua negara. Hendaknya kita bisa memilih sikap dan perkataan yang baik dalam kondisi seperti ini, berusaha agar tidak menyinggung atau menyalahkan salah satu pihak.    
           Dengan contoh-contoh diatas, semakin nyatalah harga budaya dalam kehidupan kita, yang menjadi identitas bersama kita sebagai rakyat Indonesia. Mari kita mulai belajar menghargai. Bukan hanya tahu, tetapi mengerti dan memaknai, agar identitas nasional Indonesia dapat tetap eksis seterusnya di muka bumi.
                


Selamat Bergabung! :)

Sebelum anda menyelami tumpahan pikiran kami lebih jauh, ada baiknya kami memberikan jawaban atas pertanyaan siapa, mengapa, dan untuk apa.


Siapa kami? Saat ini kami merupakan sekelompok mahasiswa semester satu jurusan ilmu komunikasi di satu universitas di Jakarta, tepatnya di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.


Untuk apa kami merilis blog ini? Semua berawal dari tugas kewarganegaraan yang mengharuskan kami berkelompok membuat blog khusus membahas tentang kewarganegaraan.


Terakhir, namun mungkin yang paling membingungkan, mengapa kami memilih NASI sebagai judul? Sederhana saja, karena kata nasi merupakan singkatan nama kami berempat. Lebih jauh, nasi merupakan makanan pokok rakyat di Indonesia, negara yang kami angkat dalam blog ini. Selain itu, nasi juga dapat dipanjangkan menjadi nasionalisme. Semua bergantung pada cara anda menginterpretasi kata tersebut....


Sekarang, waktunya anda menikmati pandangan kami. Mohon tinggalkan komentar jika berkenan :)


Sekali lagi selamat, semoga bermanfaat....


Salam hangat,
NASI